TARI BEDHAYA KERATON YOGYAKARTA
Muatan
makna simbolik filosofis yang begitu tinggi dan dalam dari tari
Bedhaya, menyebabkan genre tari ini senantiasa ditempatkan sebagai salah
satu bentuk seni pertunjukan yang paling penting di kasultanan
Yogyakarta dan kasunanan Surakarta. Tarian ini bahkan dianggap sebagai
salah satu atribut sang raja, yang pada gilirannya juga berfungsi
sebagai sarana untuk melegitimasi kekuasaan dan kewibawaan para sultan
atau sunan. Niat dari setiap pergelaran tari Bedhaya untuk state ritual,
yang bisa dilihat di dalam setiap kandha Bedhaya Srimpi, yakni selalu
ditujukan untuk membangun kesejahteraan serta kemakmuran rakyat dan
negara, kelangsungan kekuasaan sang raja, dan semakin meningkatkan
kewibawaan dan kemashuran, serta harapan agar sang raja mendapat
anugerah usia panjang.


Bersamaan
dengan pergeseran waktu dan perkembangan IPTEK, tari Bedhaya mengalami
perkembangan, walaupun begitu tetap mempunyai makna simbolik filosofis
yang tinggi. Perkembangan pelembagaan tari
Bedhaya dapat dilihat dari
beberapa segi, yaitu :
1. Penari yang membawakan tarian Bedhaya
Dahulu yang boleh membawakan tari Bedhaya
hanya para sentana dalem (anak cucu raja), namun sekarang setelah
mengalami perkembangan, dapat pula ditarikan oleh siapapun yang berminat
dan mampu melakukannya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya keterbukaan
dari pihak keraton yang bersedia menerima pihak-pihak luar keraton yang
ingin belajar dan mendalami tari Bedhaya.
2. Penyempitan waktu penampilan sebuah tari Bedhaya
Waktu yang diperlukan untuk menarikan
sebuah tari Bedhaya (tari Bedhaya Semang) pada jaman dahulu adalah
kurang lebih 3 jam. Sekarang setelah dilakukan pengemasan, maka waktu
yang dibutuhkan 1 jam sampai 11/2 jam. Meskipun demikian kaidah-kaidah
tari serta makna simbolik filosofisnya tetap tidak berubah.
3. Latar belakang cerita tari Bedhaya
Cerita yang diambil dalam penciptaan tari
Bedhaya mengalami perkembangan, yang semula bersumber pada pernikahan
sang raja dengan Ratu Kidul berkembang pada cerita babad, sejarah, epos
Mahabarata ataupun epos Ramayana. Beberapa contoh tari yang bersumber
dari cerita lain adalah :
a. Tari Bedhaya Bedah Madiun diambil dari cerita babad
b. Tari Bedhaya Ciptaning diambil dari cerita Arjuna Wiwaha
c. Tari Bedhaya Dewa Ruci diambil dari lakon Dewa Ruci
d. Tari Bedhaya Panca Krama diambil dari epos Mahabarata
e. Tari Bedhaya Putri Cina diambil dari cerita Menak
4. Syarat-syarat khusus penari Bedhaya
Pada saat memeragakan tari Bedhaya
biasanya penari dituntut harus masih gadis, berpuasa dan dalam keadaan
suci (tidak sedang datang bulan). Sekarang ketentuan tersebut tidak
seketat itu meskipun masih juga dilakukan apabila tarian tersebut untuk
penobatan raja dan dilakukan di dalam keraton.
SUMBER : https://gateofjava.wordpress.com/2013/09/25/tari-bedhaya-keraton-yogyakarta/
0 komentar:
Posting Komentar